Catatan 3 Agustus 2011
Pagi ini saya dan TS mengunjungi Pelabuhan Munsang yang berada di ujung barat laut Desa Sungai Padang. Rencananya kami ingin merekam aktifitas nelayan di pagi hari saat mereka baru saja berlabuh di pelabuhan selepas mencari ikan semalam suntuk di laut. Pukul 5.45 kami sampai di Pelabuhan yang sudah ada beberapa nelayan yang melabuhkan sampannya di dermaga. Tampak juga beberapa motor dengan dua keranjang di jok belakangnya untuk mengangkut sebagian hasil tangkapan yang tidak dijual ke tengkulak atau sekedar untuk meletakkan peralatan memancing. Hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Munsang selanjutnya langsung dijual kepada para penadah yang sudah standby di tempat dengan mobil pick-up, bak-bak besar berisi es, dan timbangan yang digantungkan di batang kayu yang telah disusun membentuk tiang gantungan.
Kami menemui pasangan suami istri penadah yang sedang menunggu para nelayan menyetorkan hasil tangkapannya. Si Bapak tugasnya adalah mengangkat hasil tangkapan nelayan untuk dipindahkan di keranjang timbangan dan selanjutnya mengamati timbangan dengan seksama. Sedangkan si ibu dengan tas pinggang sibuk menghitung segepok uang di tangannya.
Pagi itu sebagian besar nelayan hanya menjual hasil tangkapan berupa cumi-cumi karena pada saat itu memang sedang musimnya. Ada yang mendapatkan 16,5 kg, ada yang mendapatkan 10 kg, ada yang 12 kg. Tiap kilogram cumi-cumi segar dijual kepada penadah dengan harga Rp 24.000,00. Ini berarti rata-rata per hari nelayan bisa mengantongi uang dari hasil tangkapan sekitar Rp 300.000,00. Selanjutnya penadah tersebut menjualnya kembali kepada agen di kota Tanjung Pandan dengan harga Rp 26.000,00 setelah ditimbang dengan dikurangi berat air. Bapak dan ibu penadah bercerita kepada kami bahwa ketika sudah sampai di agen, ikan-ikan yang dijual timbangannya bisa berkurang banyak dari sebelumnya. Hari kemarin mereka mendapatkan total 400 kg cumi-cumi dari para nelayan yang ditimbang di tempat agen dengan dipilah-pilah berdasarkan ukuran dan berat bersih dari air sehingga ukuran berat bisa berkurang. Jika dihitung-hitung, sehari mereka akan mengantongi keuntungan bersih minimal sekitar Rp 600.000,00 setelah dikurangi dengan perkiraan pengurangan timbangan. Transaksi yang terjadi di pelabuhan minimal senilai Rp 9.000.000,00 per harinya.
Selain penadah dengan skala besar seperti pasangan suami istri di atas, ada juga penjual lain yang menerima hasil tangkapan dalam skala lebih kecil dan lebih banyak menerima hasil tangkapan berupa ikan candang dengan harga jual sebesar Rp 20.000,00 per kg. Para penjual kecil ini selanjutnya menjual ikan keliling desa dengan sepeda motornya. Setiap pagi menjelang siang mereka akan berteriak-teriak di jalanan desa menawarkan ikannya, “Iiiiiiikan, ikaaaan, iiiiiikan, ikaaan…”.
Di setiap dermaga, umumnya dikuasai oleh satu agen penadah yang sudah melakukan konsolidasi semacam “pembagian wilayah”. Kebetulan kedua suami-istri tersebut tidak berasal dari Desa Sungai Padang, melainkan Air Seruk. Mereka bercerita bahwa Pelabuhan Sungai Padang dikuasi oleh seorang penadah yaitu Yanto. Selanjutnya di Tanjung Bingah banyak pula nelayan yang mengggunakan perahu besar dengan membawa perlengkapan bak besar dan es untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Dengan komposisi tangkapan yang cukup besar, mereka melakukan pelayaran selama berhari-hari hingga seminggu lebih. Hasil tangkapan mereka kemudian langsung dijual kepada penadah besar di kota.
Sekitar pukul 06.19 para nelayan sampan sudah mulai pulang. Sebagian yang lain masih sibuk membersihkan peralatan pancingnya dan melakukan perawatan perahu. Ada pula nelayan yang mengecat perahu sampannya dengan menyuluh lapisan luar sampannya dengan nyala api dari bakaran daun kelapa yang orang jawa sebut dengan “blarak”.
Sementara itu pasangan suami istri penadah tersebut masih menunggu nelayan dengan perahu boat yang biasanya baru datang sekitar pukul 07.00. Nelayan dengan perahu boat umumnya akan menghasilkan tangkapan dalam jumlah yang lebih besar daripada nelayan sampan. Nelayan sampan hanya bisa melakukan pelayaran seorang diri agar lebih leluasa untuk melakukan aktifitasnya. Sedangkan nelayan dengan perahu boat dapat membawa rekan pelayaran untuk membantunya menangkap ikan di laut, sehingga dengan hasil yang lebih besar dan modal pelayaran yang lebih besar, mereka harus berbagi keuntungan dengan rekan pelayarannya.
Karena baterai kamera dan handycam kami sudah mulai redup, pagi itu sekitar pukul 07.30 kami memutuskan untuk pulang meski sebenarnya kami ingin melanjutkan pengambilan gambar hingga semua perahu boat datang dan para tengkulak mulai pergi. Satu kilogram ikan candang kami beli dari seorang bapak penjual ikan dengan motornya di tepi pelabuhan untuk kami bawa pulang untuk hidangan berbuka kami dengan teman-teman di pondokan.
Pagi yang menginspirasi. Di sepanjang perjalanan pulang, saya terus berpikir bagaimana jika hasil tangkapan para nelayan itu tidak ada yang membelinya langsung di tempat? Selanjutnya mereka akan menjualnya kemana? Ah, memang, apa yang selama ini kita sebut-sebut sebagai penadah atau tengkulak tidak selalu merugikan. Justru merekalah yang berperan penting melakukan distribusi barang dari sumbernya hingga konsumen akhir. Tentu dengan jalur distribusi tersebut mereka harus memperhitungkan biaya perjalanan yang mereka masukkan ke dalam margin harga jual mereka kepada para agen sehingga konsumen akhir membelinya dengan harga yang lebih tinggi.
Sebenarnya masalah utama dari para nelayan selama ini, terutama nelayan budidaya, adalah pemasaran. Mereka hanya bisa melakukan budidaya, menyediakan bahan baku. Tapi dengan pendidikan dan informasi pasar yang terbatas, mereka kesulitan harus menjualnya ke mana. Untuk itulah mereka butuh yang namanya pengepul, atau penadah, atau tengkulak yang lebih mengetahui pasar di luar. Merekalah yang menikmati keuntungan informasi tersebut. Artinya, harga dari informasi adalah keuntungan yang mereka dapatkan.
Sayangnya jika para nelayan budidaya tersebut berhadapan dengan agen besar, tentu mereka akan kalah karena kekuatan tawar mereka lebih kecil, apalagi jika hal tersebut dilakukan secara perseorangan. Untuk itu, peran kelembagaan sangat penting di sini untuk memperkuat posisi tawar mereka dalam berhadapan dengan agen besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar