Selasa, 25 Desember 2012

Yang Pertama dan Terakhir Kali

menara kincir angin parangracuk__by Wulan
Untuk pertama dan terakhir kalinya aku berada dalam satu tim dengan kalian.
Sungguh ini pengalaman yang luar biasa mendapatkan ukhuwah seperti ini.
Terima kasih untuk telah berada di antara kalian.
Selamat mengarungi ranah perjuangan masing-masing.
Selamat kembali berjuang di dakwah yang sesungguhnya, kawan.
Terima kasih atas teladan-teladan yang diam-diam kucuri dari kalian.
Semoga Allah terus menguatkan kita, memberikan keistiqomahan untuk terus berada di jalan ini.
Jalan yang mungkin akan sangat berat dilalui.
Tapi pengabdian adalah soal ketulusan, niat kita mendapatkan ridho Allah semata.
Niat kita untuk memberi manfaat dalam kebaikan.
Semangat berilmu untuk kebermanfaatan umat.
Ganbare!




Rabu, 19 Desember 2012

Orang-Orang "Though"

Sore ini "tanpa sengaja" saya lihat tayangan televisi tentang behind the scene konser Agnes. Wuah, gila-gilaan ya orang mau buat konser saja. Bener-bener latihannya berat.
Saya jadi ingat sebuah quote: "People pay more for entertainment than for education."
Bener juga sih, saya lebih mudah menghabiskan uang untuk hiburan daripada untuk konsumsi otak.
Kalau saya lihat Agnes saya jadi ingat dua orang yang menurut saya punya karakter mirip dengan dia. Kedua orang itu punya nama dengan huruf depan yang sama "D". Pertama adalah dosen saya yang cantik itu. Dosen PE semester 1, kelas Ekonomika Internasional 1, dan kelas Ekonometrika 1. She's always beautiful as she does (please check my grammar :P). Kedua adalah seorang wanita pertama yang menjadi juara masterchef, program salah satu stasiun televisi.
Apa yang paling saya sukai dari mereka adalah karakter kerja keras mereka.
Mereka usaha keras untuk apa yang mereka achieve.
Bu Denni: "Let your output at the maximum frontier!"
Bu Desi: "Pressure your self up to the limit!"
Dosen saya yang cantik itu pernah cerita di kelas bagaimana dia dulu waktu semester pertama dapat nilai kuis UTS yang jelek, kemudian beliau merevolusi cara belajarnya. Dan dari revolusi itu beliau menghasilkan hasil yang revolusioner. IPK 4 dua semester berturut-turut dan lulus dengan IPK tertinggi. Saya selalu terpukau bagaiman cara dia mengajar di kelas. Cerita paling menarik adalah cerita tentang pengalamannya di ranah politik di istana negara sana. Betapa sulitnya seorang ekonom harus membenturkan politik dengan ilmu ekonomi. Ah, sulit deh didefinisikan dengan kata-kata di sini. Kadang sempat berpikir bagaimana kalau dulu tiap kelas beliau ada rekamannya sehingga itu bisa diputar berulang-ulang. Bahkan salah satu teman saya pernah mereka kuliah beliau dengan kamera hp. hahaha.... Pesan utama beliau adalah kerja keras.
Satu hal lagi, mereka tetap humble.
Agnes: Inti dari make it happen bukan cuma akunya aja yang ditonjolkan bahwa aku make it happen. Tapi bagaimana kita make it happen.
Bu Denni: Guys, kalau kalian  sudah sukses nanti, jangan pernah merasa benar dalam segala hal. Kadang orang nanya di seminar-seminar dengan panjang lebar hanya untuk show-off apa yang mereka tahu meski sebenarnya inti pertanyaan mereka cuma simpel. Kalau mau tanya, singkat. Ekonom diajarkan untuk menjadi humble dengan term "second best". Mereka tidak pernah bilang "the first best". Hasil penelitian, kebijakan, mereka tidak pernah bilang itu yang terbaik, tapi "terbaik jika ...bla bla bla". Ada kondisinya masing-masing. Guys, di atas langit masih ada langit.
Bu Desi: Motivasi utama saya untuk menjadi pemenang adalah untuk meninggalkan legacy bagi anak-anak saya bahwa untuk mengejar mimpi itu harus ditempuh dengan kerja keras meski seringkali mengorbankan sesuatu.
Jika saya lihat Bu Desi di televisi, tiba-tiba teringat Bu Denni. Kemudian di otak saya menerjemahkan sesuatu yang memberi saya kesan bahwa mereka itu mirip. Begitu juga kalau lihat Agnes, saya jadi teringat Bu Denni juga, dengan kesan yang sama. 
Terlepas dari siapapun mereka, apapun agama mereka, saya cuma belajar dua hal: kerja keras dan humble.
Saya nggak ngefans sama mereka, cuma kagum dan belajar pada dua hal tersebut dari mereka.

Minggu, 16 Desember 2012

Desain Rak Buku

Sejak merasa "agak malas" dan "agak putus asa" dengan skripsi, belakangan saya jadi  sering mengumpulkan gambar-gambar desain rak buku, ruang baca, dan segala macamnya. Ya, ingin sekali punya rumah dengan huge book shelf. Buku itu nanti tidak hanya dibaca oleh saya sendiri, tapi juga dibaca oleh para karyawan yang sedang beristirahat atau mengisi waktu luang mereka di malam hari.
Kali ini saya pengen iseng membuat list isi rak buku:
1. Koleksi buku-buku ekonomi. Sayang kalau buku-buku kuliah dibuang begitu saja. Harus dilestarikan dan menjadi ingatan referensi jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Koleksinya nanti akan ditambah.
2. Koleksi buku-buku sejarah & biografi.
3. Buku-buku agama dan pengembangan diri.
4. Novel
5. Kumpulan jurnal
6. Kumpulan majalah: NG, Tempo, plus rak koran kompas/kliping
7. Kumpulan referensi hobi: traveling, gradening, masak!, kesenian & budaya, architect
8. .....
Jadi teringat dengan tugas dari mr untuk membuat life-plan. Saya sudah membuatnya. Ternyata ini kegiatan yang cukup mengasyikkan. Hmmm...saya jadi berpikir, ketika saya melihat teman-teman yang sudah lulus bingung mau ngapain, saya sendiri justru bingung bagaimana caranya agar segera cepat lulus dan bisa segera melakukan banyak hal yang sudah saya rencanakan.
Manusia memang berencana, tapi toh pada akhirnya nanti Allah Yang akan mengatur jalan kita agar menjadi cerita yang happy ending.
Traveling, be a volunteer in the social activities, write the novel, read the good books, more hiking, research, memorize the Quran, and learn more language are the things I want to do after graduation.
What I have to do to get money? Work as anything. Saya tidak takut dicap sebagai pengangguran. Yang terpenting adalah saya melakukan sesuatu yang berarti. Bukan sekedar jabatan di masyarakat kamu kerja jadi apa, tapi apa yang sudah kamu lakukan untuk masyarakat?
Kadang saya bingung jika ditanya mau kerja jadi apa nanti. Saya tidak tahu. Yang jelas saya bekerja untuk mendapatkan uang yang itu akan saya gunakan untuk mendapatkan kebahagiaan. Kapan saya bahagia? Ketika melakukan hal-hal yang berarti.
Tak masalah jika hanya menjadi pengurus di restoran keluarga. Tak masalah jika seorang sarjana bekerja serabutan. Asalkan masih bisa memberikan apa yang ia ketahui dari pendidikannya. Bukan sekedar kamu bekerja pada siapa, di mana, sebagai apa. Tapi apa yang bisa kita pertanggungjawabkan dari pendidikan itu sendiri.
What kind of job I have to do to create more money?
What kind of job I have to do to create more happiness?



__Ah, sepertinya keren sekali pergi ke pelosok-pelosok nusantara/dunia dan mengenal masyarakat lokal dari dekat, berkenalan dengan mereka lebih mendalam, membuat jurnal perjalanan dan profil masyarakat lokal, membagikannya kepada dunia, membahas isu-isu pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan di tataran global lewat tulisan, jurnal, dan berbagai konferensi, sekaligus menjadi wanita pengusaha yang sukses (hotel dan restoran, tourism), sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang shalihah, pendidik calon-calon pemimpin. I dream it.

Selasa, 27 November 2012

What would you do or be in life if money didn't matter?

Ini diambil dari sebuah video di jejaring sosial.

what would you do or be in life if money didn't matter?


It's the simple question but really thoughtful. 
Jika uang itu tidak berpengaruh, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan tetap sekolah? Apakah kita akan  tetap bekerja?
Pertanyaan kedua setelahnya,

what's really make us happy if we assume that money can buy happiness?

kenapa kita tidak langsung melakukan saja apa yang membuat kita bahagia.
Apa sesungguhnya yang membuat orang bahagia?
Kadang orang terlalu wasteful dengan apa yang mereka kerjakan untuk mendapatkan uang, tapi ternyata mereka tidak bisa menikmati uang itu. Orang sibuk mengumpulkan uang tapi tidak tahu bagaimana menikmatinya.
Mereka melakukan pekerjaan yang tidak mereka sukai untuk mendapatkan uang, kemudian setelah mendapatkan uang mereka membeli hal-hal yang tidak mereka sukai atau tidak membuat mereka bahagia.

Apa sesungguhnya yang membuat kita bahagia?


Senin, 12 November 2012

Mental, Fisik, dan Keyakinan Pada Allah

Setelah mendengar kabar bahwa Kopasus mengadakan Ekspedisi NKRI untuk koridor Sulawesi tahun depan, rasanya ingin sekali. Ingin sekali bisa bergabung menjadi salah satu dari mereka yang mendapat kehormatan untuk mengabdikan diri untuk negeri ini. Rasanya iri sekali dengan mereka yang memiliki mental, jiwa, dan fisik yang kuat, tahan uji. Mereka layak untuk ditempatkan di garda terdepan setiap barisan perjuangan. Mereka layak mendapat kehormatan itu.
Di dalam Ekspedisi NKRI ini nanti pembekalan hanya dilakukan secara singkat terkait dengan fisik dan mental. Semuanya. Di perbatasan itu kita dituntut untuk bisa survive dalam kondisi apapun, bahkan yang paling sulit dan paling tidak terprediksi. Hal-hal kecil yang tidak biasa dilakukan sendiri oleh orang-orang kebanyakan, mereka harus serba bisa. Segala hal yang berkaitan dengan basic survival.
Rasanya iri sekali dengan mereka yang telah mendapatkan pengalaman berharga tentang itu. Atau dengan mereka yang telah mendapat pendidikan survival. Mereka yang punya daya tahan yang kuat, tahan uji.
Rasanya ingin sekali bisa layak dan pantas menjadi orang-orang yang "MAMPU" mengabdi dengan ketulusan.
Ah, teringat bagaimana Asma binti Abu Bakar yang memiliki mental dan fisik yang begitu kuat untuk melaksanakan tugas yang terlihat sepele namun krusial. Teringat bagaimana pantang menyerahnya Siti Hajar untuk mendapatkan air untuk anaknya. Itu juga butuh yang namanya ketahanan mental dan fisik yang kuat. Juga keyakinan yang kuat pada pertolongan Allah.
Iri rasanya pada mereka yang pantang mengeluh.
Sudahkan diri ini memiliki kriteria yang pantas untuk bisa mengabdi lebih baik, lebih banyak, lebih ikhlas?
Mari kawan, kita muhasabah lagi...

Skripsi dan pendadaran adalah latihan kita tentang mental, fisik, dan keyakinan kita pada Allah.
Agar ketika kita lulus nanti, kita benar-benar layak mempertanggungjawabkan ilmu yang didapatkan pada Allah dengan mengabdikan diri pada masyarakat. Kita nggak mau kan ya, kalau di akhirat nanti kita tidak punya hujah apapun saat ditanya ilmu yang didapat diamalin buat apa aja...
EKSPEDISI NKRI 2013 KORIDOR SULAWESI
Suatu saat saya ingin mendapat kesempatan untuk tinggal di daerah perbatasan dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Saya ingin merasakan langsung apakah pembangunan ini sudah merata di seluruh negeri ini?
Saya ingin mendapatkan kehormatan itu. Maka inilah saatnya saya banyak berlatih untuk memantaskan diri mendapatkan kehormatan itu.

Sabtu, 03 November 2012

Who Wants to Be A Hero?

Every hero deserves a grand funeral, a funeral attended by the people who that hero saved, the people that admired him.
taken from The Brother of Death: Good Night Forever

Selasa, 30 Oktober 2012

Desentralisasi Fiskal dalam Upaya Menyediakan Layanan Publik



Desentralisasi fiscal saat ini bukanlah persoalan yang baru lagi bagi masyarakat Indonesia. Sejak diberlakukannya uu No. 22 tahun 1999 yang diikuti dengan UU No. 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemerintah daerah diharapkan tidak lagi mengandalkan pusat dalam mengelola sumber dayanya untuk kemakmuran masyarakat yang seluas-luasnya. Daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam hal ekonomi maupun dalam memberlakukan kebijakan-kebijakan lain dalam konteks kedaerahan sehingga percepatan pembangunan daerah dapat dilakukan tanpa hambatan birokrasi dari pusat yang banyak menimbulkan biaya.
Landasan pelaksaan desentralisasi ini adalah untuk mencapai tujuan pelaksaan demokrasi dan mensejahterakan masyarakat. Pada kenyataannya realisasi di lapangan memang belum semulus idealisme yang dibayangkan. Tujuan demokrasi dinilai telah banyak mengalami kemajuan setelah diberlakukannya desentralisasi ini. Paling tidak hal tersebut dapat menciptakan kesan bahwa pemerintah telah dapat melakukan proses pengambilan keputusan publik secara demokratis. Sedangkan untuk tujuan kesejahteraan, mensyaratkan pemerintah daerah untuk bisa menyediakan layanan publik kepada masyarakat lokal secara ekonomis, tepat guna, dan sesuai dengan kebutuhan. Namun untuk tujuan mensejahterakan masyarakat ini dinilai masih jauh dari idealnya.*
Salah satu penyebabnya adalah bisa jadi karena aturannya sendiri yang eblum mengarah ke tujuan ideal. Sebagaimana yang ditulis oleh Ir. Brahmantio Isdijoso, MS dan Ir. Tri Wibowo, MM (2002) dalam abstraksi yang berjudul "Analisis Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus: Sektor Pendidikan di Surakarta)" bahwa UU No. 22 tahun 1999 yang diberlakukan tersebut belum mengatur mengenai pembagian tugas penyediaan barang publik dan pelayanan masyarakat (khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan), sehingga dapat dikatakan bahwa uang yang dialokasikan ke daerah oleh pemerintah pusat mengikuti pelimpahan kewenangan. Jadi penerapan prinsip 'uang mengikuti pendelegasian tugas' (money follow function) sebagaimana umumnya dijalankan dalam desentralisasi tidak nampak dengan jelas.
 Memang banyak temuan yang mengatakan bahwa telah ada perbaikan dalam sektor pendidikan yang ditujukan oleh adanya iktikad baik dari pemerintah pusat untuk membangun lebih banyak sekolah di daerah tertinggal. Menurut data World Bank (2007) didapatkan bahwa enrollment rate tahun 2004 telah mencapai 95%, jika dibandingkan masa sebelum reformasi tahun 1975 yang masih 72%, mendekati angka-angka di negara-negara maju. Untuk SMP, angka enrollment rate tahun 2004 masih sekitar 65%, meskipun sudah jauh meningkat dari tahun 1970-an sebesar 18%. Apalagi dengan kebijakan anggaran pendidikan di Indonesia. 
Hal yang perlu kita soroti lebih jauh di sini adalah mekanisme alokasinya. Seringkali di tingkat daerah sekalipun terjadi ketimpangan dalam alokasi. Lagi-lagi ketimpangan terjadi di tingkat kota dan perdesaan, terutama di daerah tertinggal.
Masalah lain yang akan timbul dari desentralisasi fiskal terhadap pendidikan adalah ketimpangan antar daerah. Pemerintah sebenarnya sudah memberlakukan Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi Khusus untuk membantu daerah yang tidak memiliki kecukuupan sumber daya. Apalagi dari APBD tahun 20009 alokasi daerah terbesar adalah pada belanja pegawai. Dana untuk belanja rutin di sini mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan untuk belanja pembangunan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan sementara bahwa peningkatan anggaran pendidikan tersebut belum sepenuhnya dialokasikan dengan baik di tingkat daerah. Yang juga perlu kita soroti lagi adalah bagaimana alokasi tersebut dapat diserap dengan baik oleh masyarakat tanpa adanya kebocoran. Memang daerah diperbolehkan memberlakukan defisit anggaran, namun pelaksanaannya seringkali di tingkat pemerintah daerah "bermain curang", misal dengan pelaporan yang dibuat agar kekurangan dana dapat terkover oleh bantuan dari pusat. Tentu saja hal ini semakin menghambat kemandirian dari tiap daerah.
Untuk itu, perlu diberlakukan mekanisme kontrol dari pusat juga masyarakat di daerah mengenai pelaksanaan desentralisasi fiskal. Selain itu pemerintah juga perlu memetakan pos-pos mana saja yang dapat disediakan oleh swasta, dan mana yang dapat secara efisien disediakan oleh pemda. Dengan demikian tumpang-tindih anggaran tidak akan terjadi, serta dapat mengoptimalkan penyediaan layanan publik khususnya dalam sektor pendidikan kepada masyarakat di daerah.

*Sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Susiyati Bambang Hirawan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang berjudul "Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di Indonesia" pada tanggal 24 Februari 2007 di Jakarta.

Buka-buka file lama, kemudian menemukan beberapa arsip tulisan agak serius. Kemudian bertanya pada diri sendiri, “saya pernah nulis ini ya?” hahaha…bahkan saya lupa pernah menulis ini untuk tugas kelas Ekonomika Publik. Karena pada akhirnya saya tidak mendapat kesempatan maju menerangkan hasil tulisan saya waktu itu, maka biarlah saya post di blog saja. Siapa tahu ada yang mau review lagi. Saya tahu, kesimpulannya maksa banget dan sepertinya sudah tidak relevan dan akan menuai banyak kecaman. Hahaha...Maklum ini tulisan waktu masih unyu dalam bidang ekonomi (meski sekarang pun masih unyuuu…^^V) dan ditulis dalam keadaan ngantuk.
 

Sabtu, 13 Oktober 2012

Share Notes yang Keren

Ini share dari teman. Tulisan yang beautiful banget. Membacanya bisa merenung dan menitikkan air mata. Ya, perempuan sepertiku tidak banyak.

Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.

Aku dan Dirimu
            Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
            Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.          
            Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
            Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.

Aku dan Ilmu
            Untuk lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku akademis.
            Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.

Aku dan Dakwah
            Aku masih belum selevel  bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum selevel  Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di Mesir.
            Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
            Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.

Aku dan Waktu
            Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
            Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
            Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
            Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu mengetuk pintu rumah orangtuaku.
            Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri.             Waktu yang kumiliki akan kuisi dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.

I am and Somewhere Out There
            Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa sehingga mengajakku keliling Eropa?
            Aku tak ada di cafe, when night is still young.
            Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
            Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu  di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis terhenyak dibuatnya.
            Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu. Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat bersama – meski tempat berbeda.
            Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
            Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
            Maharku mungkin murah.
            Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.

            Jadi, kuharap kau mengerti.
            Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
            Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
            Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang  kuusahakan bertutur dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali lebih cepat.
            Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang; maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.

**************

Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik.  Dalam jamuan makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk mereka.”
Seluruh tamu penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji,  megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
 Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya. Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang menyakitkan.
Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan & keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru  sepertiga yang  harusdiutamakan.
Sembari menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…           
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”

Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah....kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan.....”

*************

                                                            You are
 the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky

You are ~Rose~ 
Among the beautiful flowers

all of my beloved muslimah sisters
Who still waiting for the real knight 

share dari Sastri*dari note Sinta Yudisia 
http://www.facebook.com/notes/sinta-yudisia-ii/izinkan-aku-meminangmu/240733662683657?comment_id=46123723&notif_t=like

Sabtu, 06 Oktober 2012

Recharging Story

Lupakan sejenak apa yang terjadi di gedung KPK. Tutup mata sejenak dari persoalan mereka, meski ingin sekali berkomentar. Tapi saya ingat dengan pesan dosen saya, "jangan jadi generasi pendengar!"
Media itu bukan tempatnya belajar. Tidak jarang mereka dibumbui kepentingan.
Mari kembali ke buku-buku, teori-teori, dan penelitian-penelitian sejenak, kemudian benturkan mereka dengan fakta yang terjadi di lapangan.

Tergelitik dengan asumsi "citeris paribus" yang berarti bahwa variabel yang lain dianggap konstan. Intinya adalah kita hanya melihat perubahan variabel interest saja.
Kemarin teman saya pasang status "LULUS, citeris paribus". Maka saya bilang asumsi itu tidak relevan. Karena variabel LULUS adalah variabel dependen, sedangkan dia tidak memasukkan variabel independen which is mengasumsikan semuanya konstan. Jika keadaan sekarang konstan, artinya tidak ada perubahan dalam progress skripsi kita, sama saja dong.
Sekarang yang menjadi fokus bukanlah teman kita sudah sampai mana, tapi fokus pada kita sudah sampai mana. Asumsi: semua orang work hard untuk bisa lulus. Maka lulus bukan lagi soal waktu, tapi juga soal usaha. Meskipun nanti yang dinilai dalam penentuan kelulusan adalah hasil, bukan usaha. Tapi memori kita akan sangat mengenang proses.

Cerita selanjutnya adalah masalah outlier. Bahwa society will always drop the outlier. Mereka yang tidak lulus-lulus sampai bertahun-tahun akan di drop-out. Mereka yang tidak bisa bersandingan dengan realitas dan terlalu idealis, akan di drop oleh society. Seperti juga apa yang terjadi di data yang saya olah di stata 10. Saya men-generate para outlier untuk saya pisahkan dari data yang lain agar data saya oke. Tapi kadang stata seenaknya saja mendrop variabel2 yang masih saya butuhkan. Dan ini membuat saya desperate, hingga saya menulis ini. Satu pelajaran: TECHNICAL BURDEN DOES MATTER.
 Idealnya adalah teori, tapi manusia hidup di ruang nyata.


“Most men have no purpose but to exist, Abraham; to pass quietly through history as minor characters upon a stage they cannot even see”
― Seth Grahame-Smith, Abraham Lincoln: Vampire Hunter

Selasa, 11 September 2012

Saat Memendam Perasaan


Saat teman saya bilang, “Mengapa ketika polisi sedang terkena kasus (sebut saja simulator SIM, dan kasus-kasus sebelumnya yang sudah saya lupa) tiba-tiba ada berita penangkapan teroris?” maka saya hanya bisa tersenyum dan berkata lirih, “mungkin sudah by designed sehingga kita sering dibuat lupa”.
Saat dosen saya berkoar-koar tentang korupsi di depan sesi seminar kemarin sore, saya hanya bisa diam dan memendam marah yang entah harus ditujukan kepada siapa. Bahwa ternyata UU yang disahkan oleh DPR selama ini justru yang mengamanahkan untuk korupsi. Bahwa keadilan keputusan hukum yang didasarkan UU tidak ada sama sekali. Bahwa selama ini kita sendiri yang mensubsidi para koruptor.
Saat melihat pergelaran PON  XVIII karut marut karena kepentingan politik orang-orang di atas dan praktek korupsi, saya hanya bisa menanyakan pada diri sendiri di mana letak “mensana in corporesano”? Apakah jiwa-jiwa mereka juga sehat? Tidakkah mereka yang mempolitisasi olah raga itu sudah sakit jiwa? 4,3 miliar itu melayang sia-sia sudah…saya hanya menunggu keputusan KPK siapa menteri yang nantinya akan dijadikan tersangka korupsi? Apakah dari yang bertanggungjawab atas PON ini? atau dari yang mengaku beragama? Atau yang mana?
Saya yakin, 18 orang yang dijadikan tumbal kasus suap itu hanya orang-orang gurem yang jadi alibi bagi pelaku utama.
Dan mungkin ada banyak saat-saat lain yang hanya membuat rakyat diam, tidak tahu harus berbuat apa untuk mengungkapkan rasa kemuakan mereka.
Ya Allah, saya marah. Tapi saya tidak tahu harus marah kepada siapa. Tapi saya tidak tahu harus berbuat apa. Tapi saya tidak tahu harus mengatakan apa tentang ini semua.

Sabtu, 01 September 2012

Perayaan Moral untuk Para Pejabat Yang Terhormat

 Siang ini saya mewakilkan ayah untuk menghadiri undangan pesta khitanan anak dari seorang ketua partai di suatu daerah. Untuk menghormati beliau tentu tidak akan saya jelaskan di daerah mana, partai apa dan siapa. Yang jelas tentu beliau adalah salah seorang yang terpandang di masyarakat sebagai anggota dewan di suatu kabupaten. Bukan maksud hati ingin menjelek-jelekkan, tapi saya hendak menyampaikan kritik social yang cukup membuat saya prihatin dan miris.
Rasanya di masyarakat sudah mulai berkembang tradisi pesta syukuran khitanan layaknya pesta pernikahan. Undangan pun dibuat dengan begitu mewah dengan menyertakan foto si anak dan kedua orangtuanya. Yang diundang pun orang-orang yang dianggap terpandang di masyarakat. Dari kalangan pejabat, tokoh agama, kepolisian, hingga pengusaha. Saya waktu itu datang sendirian ke sana. Sebenarnya agak kikuk karena belum pernah menghadiri acara syukuran khitanan semacam ini. intinya saya hanya ingin menyampaikan amanah ayah berupa “amplop” yang dimasukkan ke kotak di sebelah buku tamu layaknya sumbangan yang diberikan untuk keluarga yang sedang ngunduh mantu.
Saya cukup terkejut ketika para petugas among tamu menyambut selayaknya di pesta pernikahan yang ditata sedemikian rapi dan mewah. Selanjutnya saya salami pihak keluarga yang duduk di pelaminan. Bapak, ibu, berdiri menyambut saya selayaknya pengantin. Di tengah mereka duduk anaknya yang telah dikhitan itu tadi tanpa berdiri ketika saya datang. Mereka mengenakan balutan pakaian adat dengan riasan yang wah. Kemudian mereka mempersilakan saya mengambil hidangan pembuka di depan panggung yang telah disediakan. Saya hanya memilih dua menu dari empat menu yang disajikan beserta the manis hangat kemudian saya bawa ke tempat duduk di samping panggung.
Hiburan mirip sekali dengan campursari ala pesta pernikahan. Ya begitulah. Penyanyi wanita yang tampil menor dan aduhai, yang sebenarnya hanya cocok untuk pesta pernikahan. Bukan syukuran khitanan seperti ini! lagu-lagu yang disajikan pun lagu-lagu dewasa.
Tidak lama kemudian datang rombongan dari kepolisian dan lembaga yang dihormati di kabupaten itu. MC pun turut serta menyambut kedatangan mereka selayaknya menyambut tamu penting. Kemudian meminta ketuanya untuk memberikan  sumbangan lagu karaoke dengan penyanyi wanita. Anda tahu apa yang dinyanyikan? Lagu Rondo Kepling tahu? Ya, itu lagu legendaries yang diciptakan oleh seorang maestro cmpursari dari Gunungkidul yang ditujukan hanya untuk orang dewasa. Tapi kali ini dinyanyikan di acara syukuran khitanan! Yang seharusnya orang utama yang dihibur adalah anak kecil yang baru saja dikhitan! Dan itu dinyanyikan sendiri oleh seorang kepala kepolisian daerah! Dan Anda tahu apa saja canda yang mereka buat di depan panggung itu dengan menggunakan pengeras suara? Canda yang seharusnya hanya didengar oleh orang dewasa! Tapi kini diperdengarkan langsung di hadapan seorang anak kecil malang yang baru saja dikhitan!
Man, itukah moral seorang pejabat yang terhormat?
Saya sampai saat ini belum menemukan dalil yang menganjurkan mengadakan perayaan untuk seorang anak laki-laki  yang telah dikhitan. Apalagi dengan begitu mewah. Tapi itu adalah tradisi yang baik di masyarakat ketika mengkhitankan anak laki-laki, mereka mengadakan pesta untuk membuat si anak senang dan tidak takut dikhitan yang merupakan sunah Rasulullah tercinta. Sunnahnya adalah khitan. Bukan pesta. Meskipun sah-sah saja, mengadakan syukuran. Tapi saya kira syukuran yang dilakukan untuk seorang anak laki-laki yang dikhitan adalah semata-mata untuk menghibur si anak yang sedang sakit dan mendoakannya agar kelak ketika tumbuh dewasa ia menjadi orang yang benar.
Saya miris ketika tradisi syukuran khitanan itu dicemari dengan hal-hal yang tidak patut dipertontonkan kepada anak-anak yang baru saja hendak menjelang kedewasaannya. Apalagi ketika harus mengundang para pejabat yang tidak bermoral! Yang seharusnya mereka menjadi contoh di masyarakatnya tapi mempertontonkan salah satu bentuk perusakan moral terhadap anak di bawah umur tanpa mereka sendiri sadari. Ini sebenarnya yang dihibur itu si anak atau para tamu undangan? Atau justru yang dirayakan bukan si anak itu, tapi si bapak yang hendak menghimpun koneksi di kalangan pejabat dan pengusaha? Betapa jijiknya ketika tradisi yang luhur itu kini dikotori dengan politik tahu kucing! Apalagi dengan menampilkan ketidakbermoralan pejabat kita. Benar, saya marah untuk ini. saya marah dalam hati ketika melihat para pejabat yang datang itu dengan santainya merokok di hadapan umum termasuk di hadapan anak kecil padahal dirinya adalah dari pihak kepolisian! Kepolisian yang selama ini menggemborkan untuk menjauhi NARKOBA, mereka sendiri dengan santai melakukan pertunjukan promosi pada generasi mendatang untuk “mencontohnya” bagaimana “kerennya” mereka menggunakan rokok sedang jabatannya adalah jabatan tinggi di kepolisian sang pelindung masyarakat itu! Polisi yang selama ini gembor-gembor menghukum orang yang tertangkap melakukan pelecehan seksual atau perzinahan, mereka sendiri tanpa sadar telah mengotori akal anak-anak kecil dengan canda kotor mereka. Di mana sih otak loe pak?
Saya sendiri juga sangat menyayangkan mengapa seorang ayah yang merupakan petinggi partai dan anggota dewan terhormat itu mencemari anaknya sendiri dengan mengundang orang-orang tak bermoral seperti itu di acara syukuran khitanan anak laki-lakinya yang hendak beranjak dewasa. Anak yang ia dambakan menjadi generasi unggul meneruskan perjuangan bangsa mulia ini, anak yang sangat ia sayangi, dan tanpa sadar ia merusaknya sendiri. Rasanya hati saya menangis perih saat keluar dari tempat itu. Inikah pendidikan moral yang kalian maksud?
Seharusnya tradisi luhur syukuran khitanan anak itu diisi dengan acara-acara yang mendidik si anak dan menghibur anak dengan tuntunan. Bukan dengan acara-acara yang malah menyenangkan hati para pejabat tak bermoral dan hanya untuk menghimpun kekuatan politik. Saya sendiri tidak yakin apakah para tamu terhormat itu memberikan doa kepada si anak dengan ikhlas. Hanya Allah Yang Mengetahui. Yang dikhitan itu sang anak kan, bukan orang tuanya. Tapi ini cenderung lebih merayakan si orang tuanya.
Ini hanya kritik social, semoga menjadi perenungan kita bersama. Ayolah, berikan hiburan yang menjadi tuntunan. Bukan yang tak bermoral seperti itu. Juga kepada para pejabat yang terhormat, mohon hormati diri kalian dengan memberikan contoh moral yang baik bagi masyarakat terutama generasi muda. Saya tidak akan menghina kelompok kesenian daerah seperti itu, saya sendiri orang yang menghargai kesedian tradisional. Tapi jika isinya adalah lagu-lagu dewasa, mohon dengan sangat lihat-lihat tempatnya. Akan lebih baik jika lagu-lagu yang diproduksi adalah lagu-lagu yang mendidik. Bukan lagu-lagu yang menceritakan hubungan suami-istri. Apalagi di acara khitanan! Man, gue nggak habis pikir ini…
Pejabat lembaga penegak moral itu sudah saatnya memberikan contoh moral yang baik pada masyarakat. Jika begini terus, bagaimana kami bisa terus-terusan memaksakan kepercayaan kami pada kalian? Kami muak pak! Plis, tolong jangan diulangi lagi yang seperti ini!
Ataukah memang negeri ini sudah sedemikian banyak orang bedebah?!


Puisi Negeri Para Bedebah
Karya: Adhie Massardi

Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan

Rabu, 15 Agustus 2012

Bagaimana Kami Bisa MEMAKSAKAN Percaya Kami Pada Kalian?

Saya memang tidak begitu aktif mengikuti perkembangan nasional terkini. Tapi ijinkanlah saya menulis beberapa yang mengganggu pikiran saya selama ini. ijinkanlah saya yang sedang sakit ini menggunakan sisa tenaga untuk menuliskan kemuakan saya pada ketidakadilan di negara ini.
Rasanya belum lama telinga kita sebah dengan pemberitaan mengenai Cicak vs Buaya yang melibatkan para petinggi kepolisian kita juga sempat terjadi penahanan para pemimpik KPK. Baru-baru ini kita dibikin muak lagi dengan Cicak vs Buaya jilid II. Kali ini mengenai kasus pengadaan simulator uji SIM. Kita semua sudah tahu lah bagaimana ujian SIM. Orang bisa dengan mudah mendapatkan SIM asal dia punya duit dan punya kenalan orang dalam kepolisian. Semua bisa diatur. Kali ini kasus yang mencapai ratusan miliar rupiah duit rakyat itu (gak tau deh pasti nominalnya, lupa gue), jadi rebutan antara cicak dan buaya. Coba deh elo tebak mana yang bakal menang. Masih mending ya kalo buaya sama ikan paus. Jadinya kita dapat kota Surabaya. Tapi ini cicak sama buaya..beuh…dipithes sekali aja cicak bisa klepek-klepek.
Balik ke KPK vs Polisi tadi. Dalam laporan, KPK tuh udah mulai menyelidiki kasus itu 25 Januari 2012 yang lalu dan sudah masuk tahap penyidikan. Mereka udah dapat beberapa tersangka yang salah satunya adalah seorang petinggi bintang dua polri. Terus minggu kemarin menurut cerita, mereka berkunjung ke mabes polri buat kasih surat pemberitahuan penyidikan, sekaligus mau kulo nuwun. Hari itu juga anak-anak KPK yang jumlahnya 30 orang mulai menggeledah markas itu. Awalnya disambut baik, udah dikasih kunci pula. Terus tiba-tiba di tengah malam pemimpin KPK itu dapat pesan darurat mengenai penghalangan penggeledahan itu. Intinya sih, mereka ditahan di markas itu gak boleh keluar. Sampai sahur di sana. Apa alasan kok tiba-tiba aja “seakan” berubah pikiran gitu sih polri?
Alasannya adalah polri merasa menyelidiki kasus itu duluan. Dan KPK udah melanggar batas dalam hal ini. penggeledahan tanpa persetujuan polri. Pusing deh gue. Polri sudah menetapkn tersangka yang jumlahnya lebih banyak dari punya KPK. Padahal menurut tanggal nih ya, KPK mulai 25 Januari, polri mulai Mei. Dalam UU KPK udah diatur juga siapa cepat dia dapat. Dan kenapa polri masih ngotot menangani kasus ini? kalau mau ditangani bersama-sama nanti gimana nggak chaos?
Harus ada salah satu yang mengalah. Dan yang mengalah itu adalah polri. Kasus ini melibatkan orang dalam tubuh kepolisian itu sendiri. Logikanya nih ya, kalau kasus itu ditangani sendiri oleh polri sendiri, gimana bisa independen prosesnya? Gimana bisa kredibel hasilnya? Terus kenapa masih saja ngotot? Mereka berdalih, biarkan polri membuktikan kepada masyarakat bahwa kami bisa menangani kasus ini sendiri.
Pak, maaf, bagaimana kami bisa percaya pada kalian jika kasus yang selama ini “dilupakan” belum selesai juga ketika kalian yang menangani? Rekening gendut kalian, pembobolan BNI yang nilainya triliunann itu, pengadaan alat komunikasi mabes polri, apa lagi? Gayus…nah, harusnya bisa sampai melibatkan oknum polri tapi gk tersentuh tuh, dll……apakah itu tidak cukup untuk membuat kami KESAL dan SULIT UNTUK PERCAYA lagi pada kalian? Kasus-kasus itu saja belum selesai, kenapa masih ngotot mau menangani yang baru yang MELIBATKAN oknum anggota kalian?
Apakah ini tidak memperlihatkan bagaimana upaya kalian melindungi korupsi di tubuh kalian sendiri?
Bagaimana kami bisa memaksakan kepercayaan kami pada kalian yang untuk kasus pelanggaran lalu lintas kecil saja beberapa di antara kalian masih ada yang mau disogok? Bagaimana kami bisa memaksakan kepercayaan kami pada kalian yang untuk persidangan kecil saja kalian masih membiarkan para calo bertebaran di sekitar kalian, BAHKAN DI DEPAN MATA KALIAN? Seakan kalian sendirilah yang telah melegalkannya? Bagaimana kami bisa MEMAKSAKAN kepercayaan kami pada kalian jika untuk kasus pembebasan mobil karena kecelakaan dan kedua belah pihak sudah saling rela tanpa paksaan, masih kalian persulit bahkan kalian DENGAN TANPA MALU MEMINTA SUAP dari ayah saya? 
Berapa triliunan uang rakyat lagi yang mesti kalian korbankan untuk MEMAKSAKAN KEPERCAYAAN kami pada kalian? Berapa nyawa tak berdosa lagi yang harus kalian korbankan untuk MEMAKSAKAN KEPERCAYAAN kami pada kalian? Berapa orang lagi yang harus menjadi tumbal untuk MEMAKSAKAN KEPERCAYAAN kami pada kalian??
Inikah keadilan yang selama ini kalian maksud? Di mana keadilan yang kalian tegakkan itu ketika masyarakat desa yang tak tahu apa-apa tiba-tiba kalian tembaki dan kalian hardik HANYA untuk MELINDUNGI pengusaha yang telah MENYOGOK kalian? Inikah penegak keadilan yang kami idamkan itu? Berapa banyak air mata yang mesti kami tumpahkan lagi untuk menangisi betapa SAKITNYA kalian? 
Rasanya sudah cukup muak kami memaksakan kepercayaan kami pada kalian. Plis, tolong, masyarakat sudah pada tahu kok. Saya yakin, di dalam tubuh kalian masih ada beberapa orang yang jujur dan berjuang memelihara kejujuran mereka. Bahkan jika itu pahit. Dan saya yakin, mereka bisa merubah keadaan sakit parah itu di dalam tubuh kalian. Syafakallah…

NB: tulisan ini dibuat tanpa lihat literatur, jadi koreksi saya jika ada kesalahan

Rabu, 08 Agustus 2012

Does Pollution Haven Exist in Indonesia?

oleh. Wulan Wiyat Wuri dan Zulfa Utami Adiputri

“With laissez-faire and price atomic, ecology’s uneconomic. But with another kind of logic, economy’s unecologic.” [Kenneth E. Boulding, dalam Frank F. Darling and John P. Milton, eds., Future Environments of North America, 1996]
    Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan hidup selalu menarik untuk diperbincangkan. Tak ada satu pun negara di dunia yang tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi yang identik dengan perbaikan kesejahteraan. Usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut seringkali dihubungkan dengan degradasi lingkungan. Sedangkan lingkungan itu sendiri terkait erat dengan keberlanjutan suatu pembangunan. Kesejahteraan yang dituju dari pembangunan yang dilakukan tidak akan tercapai tanpa adanya pembangunan yang berlanjutan (sustainable development). Pembangunan tanpa keberlanjutan tidak lebih dari perolehan atas angka-angka statistik pertumbuhan namun nir-kesejahteraan.
Sebagian besar negara-negara di dunia terutama negara berkembang yang sebagian besar merupakan negara industri baru mengalami dilema antara ekspansi pertumbuhan ekonomi dan upaya penyelamatan lingkungan. Begitu juga Indonesia yang tengah menjalani euforia pertumbuhan ekonomi yang cukup menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu berada di atas 5% sejak tahun 2004 (Year on Year based). Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara G20, Indonesia memiliki perubahan pangsa PDB dunia yang positif. Pangsa PDB Indonesia di dunia sendiri meningkat dari 0,82% pada tahun 2005 menjadi  1,21% pada tahun 2009.
Pertumbuhan ekonomi yang positif tersebut menumbuhkan gairah tersendiri bagi para pelaku pasar untuk meningkatkan investasinya di Indonesia. hal ini tercermin dari meningkatnya investasi di Indonesia terutama dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) . Realisasi FDI di kuartal pertama tahun 2009 yang sebesar US$ 453 juta menjadi US$ 2.289 juta di kuartal kedua tahun 2010. Tahun 2010 menjadi awal diberlakukannya kesepakatan ACFTA dengan pemberlakuan tariff 0% untuk kategori barang-barang normal track. Hal ini membuka keran perdagangan di antara negara-negara di ASEAN maupun dengan China. Dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap dunia, semakin banyak pula investor yang mengincar Indonesia sebagai pangsa pasar yang sangat potensial untuk mereka jajaki.
Sejak pemberlakuan ACFTA di Indonesia, aliran deras modal mulai masuk, baik berupa relokasi pabrik, investasi properti, dan lain-lain. Bahkan kini mulai banyak investor China yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dengan tiga sektor yang diminati, yaitu (i) sektor infrastruktur, terutama transportasi, (ii) sektor yang terkait dengan manufaktur, dan (iii) sektor energi, termasuk pembangkit tenaga listrik terbarukan. Selain itu, investasi yang cukup prospektif adalah dalam sektor kendaraan roda dua di mana Indonesia diprediksikan pada beberapa tahun mendatang akan menjadi pasar terbesar ketiga di dunia . Selanjutnya, setelah empat perusahaan menanamkan investasinya di sektor alas kaki di Indonesia dengan potensi investasi sekitar US$ 200 juta, kini ada dua investor yang berasal dari Korea sedang menjajaki investasi di Indonesia untuk memindahkan pabriknya dari China ke Indonesia dengan potensi investasi senilai US$ 100 juta. Sejak tahun 2009 telah ada sekitar 22 investor asal China dan Taiwan yang berminat berinvestasi pada sektor alas kaki dan industri komponennya di Indonesia. Investasi yang masuk diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan mendorong perbaikan perekonomian.
Namun rupanya derasnya FDI yang masuk ke Indonesia mendapat tudingan bahwa semua itu tak lain adalah upaya pengalihan dirty industry dari negara maju kepada negara berkembang.
Mengapa demikian? Negara-negara maju mulai gencar melakukan relokasi pabrik dan pusat-pusat industrinya ke negara-negara berkembang terutama di negara yang memiliki labor abundant sehingga mereka akan mendapatkan labor dengan upah yang lebih rendah dari negara origin-nya. Alasan lain dari relokasi tersebut adalah untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar. Seperti yang terjadi di Indonesia. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar menjadi sasaran empuk bagi pelaku pasar di dunia. Dan kebanyakan dari relokasi tersebut merupakan relokasi sektor-sektor yang menghasilkan tingkat polusi yang cukup tinggi (dirty industry). Dengan demikian, FDI yang masuk ke negara berkembang menjadi sarana untuk peralihan konsentrasi polusi di negara maju ke negara berkembang seperti Indonesia.
 Pollution haven hypothesis yang mencoba menjelaskan fenomena ini memperoleh dukungan dari hasil studi Walkirdch dan Gopinath (2008) dalam makalahnya mengenai FDI di Mexico. Studi tersebut menyimpulkan bahwa kenaikan aliran FDI yang mengejutkan selama dekade terakhir dari negara maju kepada negara berkembang terkait erat dengan lemahnya kebijakan lingkungan di negara tujuan FDI. Lebih jauh lagi, ditemukan adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan keterbukaan perdagangan dengan tiga kunci utama deforestasi: kemiskinan, ekspansi agrikultural dan pembangunan jalan (Lopez dan Galinato, 2004).
Terkait dengan polusi, diketahui bahwa emisi udara dan air meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi pada tingkat pendapatan tertentu (Colle, Elliot, dan Zhang, 2010). Total output share yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dari Hong Kong, Macau dan Taiwan memiliki pengaruh positif pada emisi meskipun efek tersebut hanya signifikan pada tiga emisi cair industri. Total output share yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dari negara asing  dapat menguntungkan, merugikan, atau netral, bergantung pada jenis polutan.
Bukti Lain yang Memberi Harapan
Di antara demikian banyak studi yang menunjukkan trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan, sebuah survei terhadap data lingkungan hidup menunjukkan kaitan positif antara pertumbuhan ekonomi dan membaiknya kualitas air dan udara pada tingkat PDB $ 10.000 (Grossman dan Krueger, 1994). World Development Report tahun 1992 melaporkan bahwa pengaruh peningkatan kesejahteraan terhadap kerusakan lingkungan menyerupai kurva U terbalik di mana titik balik terjadi pada tingkat pendapatan per kapita $ 8.000. Pada tingkat pendapatan setelahnya, peningkatan kesejahteraan akan beriringan dengan turunnya tingkat polusi. Saat ini PDB per kapita Indonesia berada pada kisara $ 2.270. Meski masih cukup jauh dari tingkat PDB per kapita pada titik balik, selalu ada harapan untuk mencapainya. Bahkan, besarnya FDI yang masuk ke Indonesia menjadi peluang khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih cepat. Dengan demikian, FDI tidak lagi menjadi momok bagi lingkungan dengan asumsi adanya peningkatan PDB per kapita yang signifikan untuk mengejar tingkat polusi yang rendah.
FDI yang masuk ke Indonesia sebagian di antaranya merupakan relokasi perusahaan asing. Terdapat kekhawatiran akan terjadi fenomena pollution haven, yakni relokasi polusi ke indonesia, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, Garcia, Afsah, Sterner (2008) yang melakukan studi mengenai PROPER Program  di Indonesia mendapati bahwa perusahaan-perusahaan asing di Inndonesia cenderung merespon environmental rating scheme dari PROPER Program dengan lebih baik dibanding dengan perusahaan swasta lokal. Lebih jauh lagi, studi Wheeler (2000) dalam Norberg (2001) menemukan bahwa perusahaan asing yang merelokasi pusat produksi mereka ke negara-negara berkembang adalah lebih ramah lingkungan daripada perusahaan lokal. Mereka berusaha mengikuti UU mengenai lingkungan hidup, sebab bagaimanapun mereka harus memperhatikan citra merk produk mereka. Di Indonesia hanya 30% dari total perusahaan yang ada yang menaati peraturan lingkungan hidup, dan 80% di antaranya merupakan perusahaan multinasional. Bahkan, satu dari sepuluh perusahaan asing menerapkan standar yang leibh tinggi daripada yang tertera dalam peraturan.
Bahwa FDI memungkinkan kehidupan lingkungan yang lebih baik –yang berarti hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan perbaikan lingkungan hidup, kini kian jelas. Namun begitu, konsekuensi agar hal ini dapat tercapai adalah kejelasan aturan main dan penegakan hukum oleh pemerintah. Upaya pemerintah berupa penetapan peraturan lingkungan terkait dengan kegiatan ekonomi telah dilakukan . Sayangnya, masih banyak terjadi pelanggaran yang ironisnya tidak mampu diusut hingga selesai. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Permana (2010) ditemukan adanya diskriminasi penegakkan hukum dalam kasus pembalakkan liar. Sejumlah kasus lingkungan juga menggantung hingga sekarang, bahkan kasus setenar lumpur Lapindo tak kunjung rampung. Dapat disimpulkan, permasalahan utama yang terjadi dalam hubungan pertumbuhan ekonomi –dalam kasus ini adalah FDI- dan lingkungan terkait dengan proses penegakkan hukum.
Mengupayakan Perbaikan ke Depan
    Bagaimanapun juga pemerintah adalah institusi yang bertanggung jawab langsung dalam penegakkan hukum. Ada sejumlah langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki situasi ini. Yang pertama, terkait dengan upaya transparansi laporan keuangan perusahaan baik domestik maupun multinasional  dengan menerapkan green accounting –sistem pembukuan yang memasukkan biaya lingkungan ke dalam laporan keuangan. Melalui publikasi laporan keuangan dengan metode green accounting, perusahaan diharapkan lebih awas dan peka pada lingkungan mengingat citra perusahaan yang akan langsung terbaca melalui publikasi: berapa banyak realisasi CSR lingkungan, berapa besar biaya eksplisit untuk pengurangan emisi.  Di sini perusahaan-perusahaan multinasional menjadi role model bagi perusahaan lokal. Lebih jauh lagi, pemerintah perlu menetapkan penggunaan green accounting dalam peraturan formal. Tentu saja diperlukan sosialisasi terlebih dahulu untuk mencapai keberhasilan aplikasi green accounting.  Selanjutnya, transparansi yang sama juga perlu dilakukan pada state-level di mana pemerintah pun menerbitkan laporan pertanggungjawaban dan laporan realisasi proyek dengan metode green accounting.
    Kedua, optimalisasi PROPER Program –lebih dikenal dengan PROPER PROKASIH di Indonesia. PROPER Program terbukti memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup, sesuai dengan tujuan program ini yakni untuk mendorong peningkatan informasi kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Peningkatan kinerja penaatan dapat terjadi melalui efek insentif dan disinsentif reputasi yang timbul akibat pengumuman peringkat kinerja PROPER kepada publik . Hanya saja, dari sekitar 8.000 perusahaan di Indonesia, baru 700 di antaranya mengikuti program ini. Untuk memperluas cakupan peserta PROPER, pemerintah hendaknya melakukan kampanye yang lebih masif agar PROPER program tidak hanya dikenal oleh kalangan terbatas, namun juga masyarakat luas. Kampanye-kampanye kreatif melalui media cetak dan elektronik dan pengadaan kegiatan terkait PROPER dapat dilakukan.
Bukan mustahil. Itulah kesimpulan dari tulisan ini. Bukan mustahil bagi ekonomi untuk tumbuh bersama lingkungan. Bukan mustahil bagi Indonesia untuk menjadi negara yang tumbuh dalam green growth. Tentu saja, upaya yang dilakukan tak cukup dari pemerintah saja. Selalu diingatkan dalam banyak tulisan, seluruh komponen masyarakat adalah penting untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Justru dengan menarik FDI ke dalam negeri dapat mempercepat pencapaian pertumbuhan ekonomi dan tingkat PDB per kapita yang mampu memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Memang belum ada studi yang membuktikan secara khusus apakah pollution haven terjadi di Indonesia khususnya sejak diberlakukannya ACFTA. Namun penulis berharap, tulisan ini setidaknya dapat menjadi inspirasi bagi para peneliti untuk melakukan studi lebih jauh mengenai dampak dari keterbukaan ekonomi terhadap konsetrasi polusi di Indonesia.
“With laissez-faire and price atomic, ecology’s uneconomic. But with another kind of logic, economy’s unecologic.”
Kutipan ini seharusnya dapat dibantah dengan studi-studi yang membuktikan bahwa ekonomi dapat sejalan dengan lingkungan. Terlepas dari logika –atau sistem- macam apa yang digunakan untuk mengusahakan pertumbuhan ekonomi. Manusia dapat memperbaiki kesejahteraan tanpa melepaskan cintanya pada bumi tempat ia hidup dan dilahirkan. Dan itulah yang tengah kita kerjakan sekarang untuk Indonesia dan dunia.

DAFTAR REFERENSI:
Afsah S, et al. 2009. Which Firms are More Sensitive to Public Disclosure Schemes for Pullution Control? Evidence from Indonesia’s PROPER Program. J Environment Resource Econ 42: 151-168
Asian Development Bank. 2010. Asian Development Outlook Macroeconomic Management Beyond the Crisis
Cole M, et al. 2010. Growth, Foreign Direct Investment and the Environment: Evidence from Chinese Cities. Journal of Regional Science 11 Juni 2010
HMI News. 2010. http://hminews.com/news/indonesia-surga-bagi-investor-asing-kata-imf/ diakses pada 20 September 2010
Norberg J. 2001. Membela Kapitalisme Global. Jakarta: The Freedom Institute
Permana YH. 2010. Application of Rule of Law by Jurisdiction System on Illegal Logging Case in Indonesia 2002-2008. Yogyakarta: JEBI
Waldkrich A, Gopinath M. 2008. Pollution Control and Foreign Direct Investment in Mexico: An Industry-Level Analysis. Springer Science Business Media B.V.