Kami berempat berkumpul dalam ketertarikan kami pada dunia family business yang belum banyak dibahas di Indonesia secara gamblang dari sisi akademis. Meskipun background saya bukan dari manajemen yang lebih banyak membahas sisi praktis dan konsepsi perusahaan di level mikro, tetapi paling tidak saya sendiri menjadi salah satu aktor dari family business (in practice). Bukankah ke depan akan lebih banyak penelitian-penelitian kolaboratif antar disiplin ilmu?
Kembali ke masalah family business. Mengapa sih hal ini menarik untuk dibahas? Apa yang membedakannya dengan bisnis yang lainnya?
Pertama mari kita telaah dulu isi otak kita ketika mempersepsikan "bisnis keluarga" sebagai bisnis yang dijalankan oleh keluarga dan kerabat-saudara yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Faktor dari kekerabatan ini menjadi unsur penting bagi keberlanjutan bisnis yang jika kita tarik ke kacamata ilmu ekonomi juga berpengaruh terhadap livelihood keluarga antar generasi dengan akumulasi modal, aset, dan sumber daya ekonomi lainnya.
Lalu, seperti apa saja tipenya? Barangkali ada yang sifatnya hanya sebatas kepemilikan perusahaan tanpa ada campur tangan keluarga sama sekali, atau keluarga mengambil bagian dalam manajemen perusahaan dengan berbaur juga bersama tenaga profesional lainnya untuk menjalankan bisnis perusahaan, atau bahkan seluruh manajemen perusahaan dikendalikan oleh anggota keluarga.
Sisi yang paling banyak disoroti dalam bisnis keluarga ini adalah mengenai keberlanjutan perusahaan itu sendiri. Permasalahan profesionalitas dan gap antar generasi, baik itu mengenai figuritas dan orisinalitas nilai hingga permasalahan inovasi.
Collapse-nya satu perusahaan keluarga bisa berimplikasi pada collapse-nya ekonomi/livelihood satu keluarga bahkan untuk generasi selanjutnya jika bisnis itu menjadi lahan utama bagi keluarga. Barangkali kita bisa lihat perusahaan besar seperti Nyonya Meneer yang pada akhirnya harus gulung tikar. Perlu kita telisik juga isu-isu mengenai manajemen bisnis dalam keluarga di dalamnya. Apakah karena perusahaan gagal melakukan inovasi untuk menjawab tantangan pasar? Selayaknya Blue Birds yang hampir saja collapse karena terjangan Gojek, Grab, dan platform transportasi online lainnya. Jika ia terlambat melakukan inovasi barangkali nasibnya akan sama dengan Nyonya Meneer.
Itu mengenai inovasi. Bagaimana dengan bisnis kuliner yang pasar saat ini ingin kembali ke orisinalitas. Di mana dunia saat ini menuju era yang dapat dinamakan sebagai "experience economics", pasar menengah ke atas kini ingin mencari sesuatu yang dapat mereka experienced. Maka dari itulah kini berkembang industri pariwisata. Bahkan banyak bisnis kuliner di Jogja seperti Gudeg Yu Djum, SGPC, dll yang tetap menjaga orisinalitasnya namun tetap bisa bertahan di pasar. Lalu seberapa jauh inovasi dan orisinalitas dapat berdampingan untuk menjawab tantangan pasar?
Isu yang lainnya dan barangkali paling penting adalah mengenai suksesi perusahaan yang mana anak-anak mereka akan menjadi penerus bagi keberlanjutan bisnis keluarga di masa mendatang. Seberapa jauh suksesi penanaman nilai dasar perusahaan itu dapat diturunkan? Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan hingga dalam jangka panjang? Siapa saja pemain utama bisnis keluarga di Indonesia yang sudah bertahan hingga tiga generasi? Bagaimana gap antar generasi dapat mempengaruhi kelangsungan bisnis dan berbagai isu-isu emosional lainnya.
Saya masih kesulitan membahasakan ide dengan kata-kata manajemen. Tapi ini bagian dari latihan permulaan saya.
Saya kok kepikiran ke depan bisa membangun network untuk para family business successors.
Ini hanya sekedar catatan pemantik bagi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar