Senin, 07 Januari 2013

Jiwa Para Ksatria

Masih nyambung dengan post saya sebelumnya.
Pada akhirnya yang membedakan adalah amal dan niat setiap orang.
Ada ksatria yang tidak butuh pengakuan bahwa dia menguasai ilmu tertentu tapi terus mengasah diri dengan ilmu dan kontribusi nyata. Ini mengingatkan saya pada sosok Ekalaya. Dia hanya menginginkan ilmu danurweda untuk dikontribusikan ke pertahanan negaranya tanpa butuh yang namanya pengakuan sertifikasi pemanah terhebat. Tapi Arjuna menginginkannya. Sehingga dua kepentingan inilah yang akhirnya saling tarung.
Kedua, sosok pendekar tanpa nama yang dihadirkan dalam novel kesayangan saya, Nagabumi karya Seno Gumira Ajidarma. Saya appreciate sama tulisan-tulisan beliau yang bermutu. Penulis kisah sejarah yang tidak main-main dalam menjaga pakem keabsahan ilmiah. Referensinya aja gila banget. Oke, kembali ke pendekar tanpa nama. Dia adalah sosok pengelana yang tidak sengaja menceburkan dirinya di dunia persilatan. Yang dia lakukan adalah membela yang lemah, tanpa pandang bulu, tanpa butuh pengakuan. Untuk melakukan itu, dia terpaksa berurusan dengan pendekar-pendekar lain yang itu mengharuskan dirinya untuk mengasah kemampuan silatnya. Akhirnya satu per satu pendekar dia kalahkan. Setelah berhasil mengalahkan beberapa pendekar kaliber, nama pendekar tanpa nama pun menjadi santer pembicaraan di kalangan pendekar maupun para candala. Satu orang yang akhirnya menjadi lawan utamanya, Naga Hitam. Orang yang harus berurusan dengannya karena ia mengusik kepentingan Naga Hitam untuk mendapatkan kekuasaan. Seperti Arjuna, Naga Hitam menggunakan segala cara untuk memusnahkan Pendekar Tanpa Nama itu. 
Ketiga, Bhisma. Ini sosok favorit saya. Tanpa butuh pengakuan bahwa dia seorang raja atau yang pahlawan bagi Astina. Ia tetap mengabdi untuk negaranya. Sepeninggal ayahnya, Sentanu, ia sendiri yang menjalankan roda pemerintahan Astina ketika Citragadha dan Citrawirya masih kecil, belum mumpuni untuk meneruskan tahta. Hingga akhirnya tahta itu secara resmi diserahkan kembali kepada adik tirinya. Ia sudah terikat sumpah untuk tidak menjabat meski ia sangat kompeten untuk itu. Ibu tirinya, Durgandini, yang bersikukuh agar keturunannya yang menjadi pewaris tahta tanpa memperhatikan kompetensi anak-anaknya. Meski ia sendiri mempersiapkan pendidikan anak-anaknya baik-baik.
Kisah-kisah seperti itu tidak jarang terjadi di dunia modern saat ini. Mereka yang lurus berkontribusi tanpa butuh pengakuan itu masih ada. Mereka yang haus kekuasaan meski dirinya berkompentensi tinggi pun ada. Banyak malah.
Jika saya renungi lagi adalah bahwa politik kekuasaan di sini sejatinya diperlukan bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk perjuangan kebenaran mutlak. Bukan sebaliknya, menggunakan dalih kebenaran mutlak untuk kepentingan pribadi. 
Jadi teringat dengan berita tentang Ikhwanul Muslimin di Mesir. Para kader IM berjuang dari bawah, tanpa butuh pengakuan. Meski dizalimi oleh penguasa oposisi, mereka tetap berkontribusi untuk masyarakat. Tanpa butuh pengakuan dari media dan publik, yang penting kontribusi jalan. Dakwah yang mereka lakukan dari yang terkecil, seperti membantu menyeberang jalan ataupun sekedar membantu barang belanjaan ibu-ibu. Dalam kontribusi itu, mereka tidak membawa yang namanya wartawan. Dengan begitulah mereka mendapatkan pengakuan publik dengan sendirinya. Inilah yang disebut dengan the power of the silent majority. Berapa banyak mereka yang berada di pelosok tanah air, diam dalam kontribusinya. Itulah pahlawan sejati. Mereka tidak butuh pengakuan dari manusia, mereka hanya berkontribusi dengan apa yang mereka bisa. Jika belum berkompetensi, mereka gigih menimba ilmu. 
Kemenangan sejati bagi mereka adalah ketika orang-orang berbondong-bondong pada Islam. Ketika Allah menjadi ridha pada mereka. Ketika kedua kaki menginjak surga.
Satu hal yang saya pelajari di sini adalah bahwa jiwa ksatria sejati itu menggunakan ilmunya untuk kepentingan umat. Bukan kekuasaan. Kekuasaan adalah alat. Kekuasaan adalah amanah. Ilmu, kekuasaan, amanah, itu yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar