Jumat, 25 Oktober 2019

Today's Yoga Session: Let's Talk About Relationship

Sebelum feeling menulis ini tertumpuk oleh hal lain dan menjadi lebih sulit untuk memanggilnya kembali, mari sini sejenak untuk sharing tentang apa yang saya dapatkan hari ini dari sesi yoga. Hari ini temanya cukup spesial dan barangkali sebagian dari kita akan sedikit malu-malu untuk membahas ini, termasuk juga saya. Mengapa tema kali ini cukup spesial bagi saya, karena sangat dekat dengan apa yang saya alami tahun kemarin hingga membutuhkan proses penyembuhan yang cukup panjang selama setahun ini.

Cukup relates juga dengan dua tulisan saya sebelum ini. Mari kita mulai merangkai puzzle itu. Saya sendiri juga masih dalam proses merangkai puzzle saya sendiri untuk melihat gambaran besar tentang diri saya dan apa yang harus saya lakukan selanjutnya agar menjadi lebih baik dan pola lama tidak terulang lagi.

Bahwa sejatinya hidup kita itu sendiri adalah relationship atau barangkali jika saya terjemahkan lebih ke keterhubungan atau koneksi, rather than menerjemahkannya secara bahasa dengan "hubungan" meskipun sebenarnya bisa juga sih. Hubungan kita dengan diri kita sendiri, dengan Tuhan, dengan alam, dengan benda di sekitar kita, dengan makanan yang kita makan, dengan orang-orang di sekitar kita, dengan orang asing yang kita temui di perjalanan, dan seterusnya. Semua saling terhubung dan sempurna. Semua sudah baik adanya. Semua dirangkai dengan sangat baik oleh leissez faire. Ada tangan tak terlihat yang mengatur itu, jika dalam bahasa ekonomi. Atau jika kita ambil konsep spiritualitas, semua sudah sempurna diatur oleh Tuhan.

Lalu, mengapa ada yang tidak berjalan sempurna seperti apa yang kita harapkan? Atau jika kita ambil teori Keynesian, mengapa ada kegagalan pasar? Mengapa ada resesi dan mengapa pasar tidak mampu pulih dengan sendirinya dari resesi itu? Lalu apa yang dikatakan oleh Keynesian? Perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk mempercepat pasar kembali ke kondisi equilibrium-nya, kembali ke keseimbangannya.

Yah, mengapa semua yang sempurna itu menjadi tidak sempurna di mata kita?

Ya karena kita memikirkan hal itu tidak sempurna. Kita merasa kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Kita merasa hubungan kita dengan orang lain hancur berantakan. Ya memang kenyataannya seperti itu. Dan kenyataan terjadi dengan sempurna.

Nah, pola apa yang kita lihat dari "ketidaksempurnaan kenyataan" itu? Apa yang kita alami saat ini? Apa yang kita rasakan dari pengalaman kita itu?

Mari kita kupas satu per satu dalam diri kita sebelum menyalahkan orang lain atas tragedi yang terjadi pada hidup kita. Misal, ketika menghadapi sakitnya patah hati karena harus mengakhiri sebuah hubungan dengan salah satu significant person dalam hidup kita, apa yang kamu rasakan dan pikirkan pada orang tersebut? Apakah saya merasa dia tidak mencintai saya? Atau sebaliknya, apakah saya tidak bisa menumbuhkan cinta pada dirinya karena hal-hal yang membuat saya illfeel padanya? Apakah saya merasa saya tidak pantas untuk dicintai? Atau dia menyakiti hati saya dan terus menerus membuat saya merasa tidak berharga dan pantas hidup di dunia lagi?

Catat perasaan-perasaan yang hadir itu. Beri tiga highlight dari orang tersebut. Kemudian mari kita balikkan pada diri kita sendiri. Apakah saya pernah melakukan hal yang sama pada orang lain? Apakah pola tersebut juga ada pada diri kita? Lihat pola yang muncul dari setiap aksi dan reaksi kita pada sekitar selama ini. Tentang apa yang kita pikirkan dan rasakan.

Kemudian mari kita kembali pada masa kanak kita. Masa-masa golden age di bawah 5 tahun yang secara tidak sadar tertangkap oleh memori bawah sadar tentang apa yang terjadi pada orang-orang dewasa di sekitar kita saat itu. Tentang kejadian apa yang menimpa mereka dan bagaimana mereka bereaksi. Tentang bagaimana mereka bersikap pada kita di masa kanak-kanak itu. Ingatan apa yang terekam dan perasaan apa yang terekam saat itu oleh kita hingga membentuk pola kita yang saat ini.

Jika itu pola yang baik, berterima kasihlah pada mereka. Jika itu buruk, do not blame them. Blaming hanya merupakan tindakan yang sia-sia dan membuat kita tidak akan pernah beranjak dari tempat duduk kita sekarang. Apa yang kita alami di waktu kecil bisa jadi akan berpola juga ke bagaimana kita memperlakukan orang lain di masa sekarang bahkan ke anak-anak kita. Atau pola yang sama akan terjadi pada anak kita. Mengapa saat ini saya seperti sekarang ini, barangkali juga terjadi pada orangtua kita di masa mudanya yang merupakan pola dari orangtuanya, dan seterusnya semakin ke atas. Maka jika itu berpola, sesuatu yang tidak baik, harus dihentikan dan diputus mata rantainya dari kita saat ini.

Seperti mengupas bawang, kita buka satu per satu layer-nya hingga menemukan sumber dan intinya. Setelah menemukan inti itu, baru kita bisa perbaiki dari sana. Hingga nanti pola yang akan tumbuh sudah dengan pola baru. Layer yang akan tumbuh sudah merupakan layer baru yang lebih baik.

Sebenarnya banyak tools yang bisa kita gunakan untuk proses ini. Salah satu tools yang bisa digunakan untuk penyembuhan ini adalah mirror work. Kali ini kami dibimbing untuk menyelami lagi ke dalam diri dan menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan diri sendiri. Mirror work memungkinkan kita untuk secara jujur melihat inner child yang ada dalam diri kita. Menyapa dia melalui kontak mata yang benar-benar bicara secara jujur. Apa yang sedang ia rasakan saat kita menyapa dia dan mengatakan rasa cinta kita padanya?

Saya teringat beberapa waktu lalu ketika berkunjung ke Artjog 2019, ada satu karya yang paling memantik hati saya. Mohon maaf saya lupa dengan judul dan senimannya. Tapi dalam caption penggambaran karyanya yang paling menyentuh adalah "focal point of heart: eye". Karya ini seperti tumpukan kayu yang kait-mengkait satu sama lain dan membuat sebuah lingkaran berlapis seperti angin tornado, dan di jika kita masuk ke lorongnya hingga ke bagian intinya, kita akan menemukan satu titik lampu dengan pohon kecil di dalamnya. Ini karya paling berkesan sih bagi saya. Benar sekali ketika saya masuk ke dalamnya dan memandangi satu titik pohon itu dari luar, ada ketenangan di dalamnya.

lorong menuju inti

focal point of heart: eye

Ah, saya sangat ingin mengapresiasi karya seni ini. Jika ada yang tahu judul dan siapa yang menciptakan karya ini, mohon beri komentar di bawah ya. Terima kasih sekali.

Seperti halnya hati kita. Pohon kecil itu bisa tumbuh. Sejauh apa kita merawat dia selama ini? Apa yang kita keluhkan tentang pertumbuhannya? Sejauh apa kita menjalin hubungan baik dengan diri sendiri dan melimpahinya dengan kasih sayang yang seharusnya kita berikan untuk dirinya? 

Ambil cermin, sapa dia melalui matanya. Lihat baik-baik apa yang mata itu katakan dan emosi apa yang ia rasakan saat kita bilang cinta padanya. Katakan padanya bahwa saya ingin berubah dan mencintainya dengan lebih baik.

Tentang keyakinan kita, pola pikir kita, pola sikap kita, apa yang perlu diubah? Break the negative pattern, fix it. Be honest, but do not to be perfect. Cinta tidak akan datang ketika kita meminta atau hunting. Jika ada yang datang, maka itu bukan cinta yang sebenarnya kita inginkan. Trust me, ini benar-benar saya alami. We only attract the main concern of our thinking. Ini bukan tentang memaksakan positive thinking, tapi lebih pada jujur dan membuat reaksi yang positif tentangnya. Lebih pada membiasakan pola. 

Yes, you're always enough to be loved. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar