Selasa, 11 September 2012

Saat Memendam Perasaan


Saat teman saya bilang, “Mengapa ketika polisi sedang terkena kasus (sebut saja simulator SIM, dan kasus-kasus sebelumnya yang sudah saya lupa) tiba-tiba ada berita penangkapan teroris?” maka saya hanya bisa tersenyum dan berkata lirih, “mungkin sudah by designed sehingga kita sering dibuat lupa”.
Saat dosen saya berkoar-koar tentang korupsi di depan sesi seminar kemarin sore, saya hanya bisa diam dan memendam marah yang entah harus ditujukan kepada siapa. Bahwa ternyata UU yang disahkan oleh DPR selama ini justru yang mengamanahkan untuk korupsi. Bahwa keadilan keputusan hukum yang didasarkan UU tidak ada sama sekali. Bahwa selama ini kita sendiri yang mensubsidi para koruptor.
Saat melihat pergelaran PON  XVIII karut marut karena kepentingan politik orang-orang di atas dan praktek korupsi, saya hanya bisa menanyakan pada diri sendiri di mana letak “mensana in corporesano”? Apakah jiwa-jiwa mereka juga sehat? Tidakkah mereka yang mempolitisasi olah raga itu sudah sakit jiwa? 4,3 miliar itu melayang sia-sia sudah…saya hanya menunggu keputusan KPK siapa menteri yang nantinya akan dijadikan tersangka korupsi? Apakah dari yang bertanggungjawab atas PON ini? atau dari yang mengaku beragama? Atau yang mana?
Saya yakin, 18 orang yang dijadikan tumbal kasus suap itu hanya orang-orang gurem yang jadi alibi bagi pelaku utama.
Dan mungkin ada banyak saat-saat lain yang hanya membuat rakyat diam, tidak tahu harus berbuat apa untuk mengungkapkan rasa kemuakan mereka.
Ya Allah, saya marah. Tapi saya tidak tahu harus marah kepada siapa. Tapi saya tidak tahu harus berbuat apa. Tapi saya tidak tahu harus mengatakan apa tentang ini semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar