Kamis, 22 Desember 2011

Menjelang Berpisah

Ini belum selesai. Entah saya harus senang atau sedih meninggalkan tempat ini. Malam tadi anak-anak berkumpul di halaman kantor desa untuk menerima pembagian hadiah dari panitia lomba 17 Agustus. Wajah-wajah yang bersemangat itu mendatangi kami satu per satu seraya menanyakan kapan kami akan pulang. Maka saya menjawab, besok Senin pulang, dua hari lagi. Dan saya melihat ada ekspresi kecewa di wajah mereka. Melihat ekspresi wajah-wajah itu, hati saya yang berbunga-bunga karena akan segera pulang ke kampong halaman berubah menjadi sedih.
Ah, rasanya belum banyak yang saya lakukan di sini. Entah apakah kami kemari datang sebagai pahlawan atau hanya sebagai mahasiswa yang KKN. Tapi apapun yang kami lakukan di sini semoga memberikan arti bagi mereka. Suatu kenangan indah mengenai life changing experience.
32 jam menuju kepulangan saya duduk di sofa ruang tamu pondokan dengan notebook di hadapan. Mungkin sudut ini suatu saat akan sangat saya rindukan. Sudut di mana anak-anak sering datang berkunjung untuk sekedar melihat aktifitas kami di depan layar notebook atau sekedar bermain bersama kami. Sudut di mana teman-teman KKN makan bersama dan tidur di sofa ini. Sudut di mana kami bercengkerama dan bernyanyi bersama dengan para pemuda desa. Sudut di mana saya bisa melihat ke halaman depan secara langsung.
Pagi ini beberapa teman masih berkutat juga dengan LPK dan menekuri layar notebook dengan ekspresi wajah serius agak frustasi. Hahaha.
Saya masih ingat beberapa bulan yang lalu saat malam-malam di dalam taksi menuju Stasiun Pasar Senen dari kampus UI saya menerima sebuah sms dari salah satu classmate yang menawari KKN di Belitung. Pada saat itu saya masih galau menunggu tawaran KKN ke luar Jawa terutama yang ke daerah timur. Namun tanpa berpikir panjang saya pun langsung membalasnya dengan kata setuju untuk bergabung. Maka sejak itulah perjalanan menuju pulau seribu pelangi ini pun dimulai.
Pertemuan pertama dengan tim saya tidak dapat hadir karena masih dalam perjalanan ke Yogyakarta dan keesokan harinya harus langsung berangkat ke Solo untuk presentasi karya tulis (lagi). Dan pertemuan kedua saya bertemu dengan wajah-wajah lama satu kampus yang sudah saya kenal sebelumnya. Pada saat itu kami masih buntu harus melakukan apa. Akan tetapi perjuangan harus tetap berlanjut. Setelah pertemuan kedua tersebut kami mulai sibuk berburu informasi tentang Belitung, prosedur pengajuan proposal ke LPPM, pengalaman dari kakak-kakak yang telah KKN di luar Jawa, dan merekrut anggota baru. Tiap minggunya pun kami bertemu dengan wajah-wajah yang sama dan kebuntuan yang sama. Wajah-wajah yang frustasi namun tetap optimis. Hingga hari-hari berikutnya satu per satu wajah-wajah baru dan ide-ide baru pun mulai bermunculan.
Januari 2011, beberapa dari kami kemudian berangkat untuk yang pertama kalinya ke pulau ini. Perjalanan dengan kapal yang sangat melelahkan namun begitu experiencing bagi saya yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh dengan kapal. Pelangi di tengah lautan, perahu kecil penumpang, teater deck 6, dan hal-hal baru lainnya saya temui di sini. Pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini senyum bahagia terukir di wajah kusut saya. Akhirnya sampai juga setelah 18 jam perjalanan!
Sambutan hangat dari bupati membuat kami semakin tertarik pada pulau ini untuk dijelajahi lebih dalam. Hingga akhirnya kami sampai pada keputusan untuk mengambil Desa Sungai Padang sebagai salah satu sasaran program KKN kami. Sebelumnya hampir saja teman-teman memutuskan untuk  mengambil Desa Sijuk saja. Perdebatan yang alot pada malam itu dengan teman-teman untuk memutuskan tempat KKN akhirnya membuahkan hasil. Saya yang pada waktu itu mendapatkan kesempatan terakhir memberikan pendapat, adalah satu-satunya yang membuka sebuah argument untuk mengambil kedua desa tersebut menjadi sasaran KKN. Dan pada akhirnya takdir membawa kami ke dua desa tersebut. Dan takdir pulalah yang membawa tim subunit kami ke Sungai Padang. Tujuh orang dengan harapan untuk bisa mengabdi dan belajar banyak dari masyarakat Belitung.
Yah, mungkin kami akan begitu merindukan tempat ini, orang-orang yang setiap hari mendatangi pondok kami, orang-orang yang setiap hari menyapa nama kami, dan orang-orang yang ketika bertanya kepada kami pulang kapan mereka akan memasang ekspresi yang sedih karena pertemuan yang singkat.
Tinggal beberapa menit lagi kami menginjakkan kaki terakhir di desa ini, seluruh pemuda datang ke pondokan untuk melepas kepergian kami. Mata-mata yang sayu dan sandiwara pertukaran barang kenang-kenangan mewarnai pagi itu. Pondokan tiba-tiba berubah menjadi tempat yang begitu ramai dan sibuk. Pagi itu pula saya menyempatkan diri untuk berkeliling ke tetangga-tetangga untuk mengucapkan kata pamit. Entah apa perasaan saya waktu itu…tapi saya tidak mampu mendeskripsikan perasaan saya waktu itu. Setiap kali melihat Pak Kades, hati saya selalu ingin menangis sedih karena pada akhirnya kami harus meninggalkan beliau berjuang sendirian kembali membangun desa ini. Karena pada akhirnya kami belum mampu mengubah apa-apa dari desa ini. Beliau adalah ayah kami saat berada di sini.
Sekitar pukul 10.00 barang-barang kami sudah dimasukkan ke dalam mobil. Semua sudah siap untuk berangkat. Teman-teman sudah menunggu di luar. Saat saya menatap ke luar pintu, ternyata puluhan anak-anak SD sudah berada di luar untuk melepas kepergian kami. Itulah pertama kalinya saya pada akhirnya menitikkan air mata menjelang kepergian. Satu per satu teman-teman menyalami tangan-tangan kecil mereka. Para tetangga dan teman-teman pemuda Sungai Padang mulai menitikkan air mata. Sungguh pemandangan yang mengharukan. Seumur-umur belum pernah kami dilepas dengan begitu indahnya seperti ini. 


Siang itu, lambaian tangan anak-anak mengiringi kepergian kami menuju bandara…selamat tinggal Sungai Padang yang manis. Semoga apa yang telah kami lakukan di sana bisa memberi arti. Koperasi Tunas Mekar, bapak-bapak nelayan budidaya rumput laut, bapak-bapak kelompok pembuat terasi belacan, kawan-kawan pemuda, dan anak-anak yang manis. Apa lagi yang bisa saya ucapkan selain terima kasih? Terima kasih atas kesempatan indah ini. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk setidaknya merasa berarti. Terima kasih…
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar